Rindu kami padamu Ya Rasul. Rindu tiada terperi.
Salam sejahtera untukmu wahai kekasih Allah, Rasul pilihan. Kami merindukan mu, wahai Nabi yang penyayang. Di atas lembaran-lembaran yang masih utuh, engkau terus memanggil, menyapa dalam kasih sayang yang abadi. Melalui sabda-sabdamu yang menghidupkan, melalui sunnahmu yang menghantarkan, melalui ajaranmu, petunjuk jalan, arah dan ajakanmu... Semuanya dalam citra rasa cintamu yang tanpa pamrih. Para ulama besar menyambungkannya untuk kami. Semuanya adalah rangkaian jalan panjang, yang kau hamparkan di sini. Tapi hujung jauhnya tersambung di sana, di puncak cintamu di telaga itu, kelak.
******
Manusia agung itu memang telah tiada. Setelah dua puluh tiga tahun menebar cahaya Islam dengan penuh cinta dan kasih sayang, untuk menyelamatkan kita, umatnya.. akhirnya beliau pergi menemui Rabb. Kepergiannya membuat seisi dunia menangis dan berduka. Meskipun telah tiada, namun kecintaan sang Nabi kepada kita, tidak pernah berhenti. (Walau terkadang kita yang di cintanya tidak pandai membalas cinta). Kecintaannya di bawa ke akhir hayat.. Bahkan tidak berujung. Cinta itu selalu hadir kapan dan bagaimanapun situasinya. Tak terbatas dunia dan akhirat. Tak terbezakan di saat aman atau tidak. Di saat seorang ibu dan seorang anak tidak saling mengenal sekalipun.
Di sana, di padang mahsyar ketika segenap kita di sibukkan oleh urusan masing-masing. Ketika kita digiring secara kasar menuju pengadilan Tuhan Yang Maha bijaksana. Ketika kita dikumpulkan dalam keadaan telanjang dan tanpa alas kaki. Ketika matahari dengan sinarnya yang membakar hanya berjarak satu hasta dari kepala. Ketika rasa haus mencekik tenggorok. Ketika ini dan itu terjadi, cinta manusia agung itu kembali hadir. Ya, hadir dalam sebuah telaga yang indah nan menyegarkan. Yang semua orang pasti berharap dapat meneguk airnya di tengah berbagai kesulitan yang mendera.
Anas bin Malik ra pernah bercerita, "Suatu hari ketika Rasulullah sedang berada di tengah-tengah kami, beliau mengantuk. Mendadak beliau terbangun sambil tersenyum, Kami bertanya, "Kenapa engkau tersenyum, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, " Baru sahaja turun sebuah surah kepadaku." Beliau lalu membaca surah Al Kautsar. Kemudian beliau bertanya, " Tahukah kalian, apa itu Al Kautsar?" Kami menjawab, Sesungguhnya Allah dan RasulNya lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Ia adalah sebuah telaga yang penuh dengan kebajikan, yang dijanjikan oleh Tuhanku kepadaku. Pada hari kiamat nanti umatku akan mendatangi telaga itu." (HR Muslim)
Ibnu Abbas ra pernah berkata, "Rasulullah saw di tanya tentang padang mahsyar, tempat makhluk menghadapi Allah; apakah di sana ada air?" Beliau menjawab, "Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman Nya, di sana ada air. Orang-orang yang di kasihi Allah akan mendatangi telaga para nabi. Allah akan mengutus tujuh puluh ribu malaikat dengan memegang tongkat dari neraka yang digunakan untuk menghalau orang-orang kafir yang datang ke telaga para nabi."
Di telaga itu Rasulullah saw menanti umatnya dangan luapan cinta dan kasih sayangnya, menyambut mereka yang sedang kehausan. Beliau sangat menenali umatnya kerana memang mereka memiliki tanda yang tidak dipunyai oleh siapapun dari umat lain. "Kalian akan datang kepadaku dengan muka, lengan dan betis yang berkilauan kerana tanda air wudhu," tegas beliau dalam sabdanya.
Dan orang yang pertama kali datang menghampiri telaga itu adalah para fakir miskin dari golongan Muhajirin. Tsauban ra meriwayatkan dari Rasulullah saw beliau bersabda, "Manusia pertama yang datang ke sana adalah para fakir miskin kaum Muhajirin yang pakaian nya kotor, berambut kusut, yang tidak menikah dengan wanita yang hidup sejahtera dan tidak dibukakan bagi mereka pintu-pintu rumah .(HR Ibnu Majah)
Ketika mendengar hadis dari Tsauban itu, Umar bin Khattab menangis tersedu-sedu sehingga airmata membasahi janggutnya. Dia berkata, "Tetapi aku menikah dengan wanita yang hidup sejahtera dan aku dibukakan pintu pintu rumah." Dia amat sedih dan khuatir kalau- kalau dia tidak dapat merasakan nikmatnya air telaga Rasulullah saw.
Umar menangis, padahal dia adalah sebahagian dari sepuluh orang yang dijamin masuk syurga.
Umar menangis, padahal dia termasuk dalam golongan orang-orang yang pertama masuk Islam.
Umar menangis, padahal dia adalah salah satu perajurit Badar.
Umar menangis, padahal Anas bin Malik meriwayatkan dia akan menjadi penjaga salah satu sudut telaga sang Rasul.
Umar menangis, padahal dia memiliki banyak keistimewaan di sisi Allah dan Rasul Nya.
Siapakah kita di bandingkan dengan Umar? Adakah kita pernah menangisi keadaan kita di hari yang mencengkam itu? Kita bukanlah sesiapa. Kita belum pernah melakukan sesuatu yang istimewa untuk Allah, untuk RasulNya, untuk agamaNya bahkan untuk diri kita sendiri. Namun anehnya, air mata kita belum pernah setitis pun mengalir menangis kerana takut tidak di beri barang seteguk pun air telaga Kausar. Pada hal kita tidak tahu bagaimana kondisi kita saat itu, apakah terusir ataukah dibiarkan mendekat.
Rasulullah saw bersabda, “Aku terus berada di telaga sampai aku melihat siapa di antara kalian yang datang. Akan ada beberapa orang yang dilarang mendekati aku, lalu aku katakan, “Wahai Tuhanku, biarkanlah mereka mendekati aku. Mereka adalah umat ku.” Allah bertanya kepadaku, “Tahukah kamu apa yang mereka lakukan sepeninggalanmu? Sesungguhnya dahulu mereka murtad, Kamu tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalanmu.”
Cinta Rasul kepada umatnya tidak akan pudar. Meski ada dari umatnya di larang mendekat, beliau terus berdoa memohon kepada Allah agar mereka diperkenankan mendekati telaganya. Tapi cinta itu tidak akan berpengaruh pada keselamatan kita, jika kita tidak pandai membalas cinta Rasulullah dengan mengikuti seruannya dan menghindari larangannya.
Hari ini, entah di hujung pelarian mana kita menuju. Tapak demi tapak adalah keniscayaan menuju kematian. Di telaga itu kelak, Rasul tercinta setia menanti. Dengan cinta dan kasih sayangnya. Tidak ada yang patut dilakukan kecuali sentiasa memohon agar bila tiba saatnya, kita bisa bertemu Rasul di telaga itu, lalu meminum airnya dengan sepuas hati. Di sana…di telaga itu Rasul menanti.
(Tarbawi)
rasa nak nyorok dalam grobok...
ReplyDelete"Ni mesti kes nak nanggis dalam grobok kan?" Kata ate pada KOG sambil mengesat air hidung di hujung lengan ;)
ReplyDelete